Selamat datang...

Bagi semua peminat kajian hukum, HAM dan demokrasi, yang menginginkan Indonesia menjadi lebih baik; bersih dari korupsi, penegakan HAM brjalan dengan baik, konstitusi memihak kepentingan kolektif, maka inilah ruang anda untuk berdiskusi..

Rabu, 14 April 2010

Penegakan Hukum dan Profesionalisme Aparat (Tanggapan atas Kolom Prof Achmad Ali)


Oleh: Wiwin Suwandi
Peneliti Pusat Kajian Konstitusi Unhas
Dan Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) Jakarta

Dalam teori maupun praktek penegakan hukum selama ini, semua komponen, apakah itu aparat (hakim, polisi, jaksa dan pengacara) maupun masyarakat luas terbebani tanggungjawab yang sama dalam memelihara ketertiban dan mewujudkan penegakan hukum. Karena makna supremasi hukum bukanlah makna tekstual-normatif semata, namun makna yang mengandung nilai filosofis sangat tinggi karena bersifat universal, tidak diskriminatif.
Membaca kolom dosen saya, Guru Besar Ilmu Hukum, Prof Dr. Achmad Ali SH.MH., di FAJAR (7/04/2010) tentang “Nokia Care Makassar dan Susno Duadji yang Tidak Profesional” secara “awam” dan dengan tingkat pengetahuan hukum saya yang pas-pasan (sangat berbanding jauh dengan tingkat pengetahuan hukum beliau), mendalami tulisan tersebut ada dua kesimpulan yang bisa saya tarik.
Pertama, kekecewaan beliau terhadap pelayanan Nokia Care Makassar yang menurutnya tidak professional karena menghilangkan data-data penting di HP Nokia beliau ketika HP tersebut telah diservis oleh karyawan Nokia Care, padahal sebelumnya telah diwanti-wanti oleh anak beliau bahwa boleh diservis namun dengan catatan semua data yang tersimpan jangan sampai hilang (artinya kurang lebih kepada si karyawan Nokia Care tersebut “jangan mengatakan IYA jika tidak bisa menjamin keselamatan data yang tersimpan dalam HP tersebut”).
Ini adalah kekecewaan yang wajar menurut saya karena dalam beberapa ketentuan yang terdapat dalam undang-undang perlindungan konsumen memang menjamin keselamatan produk oleh produsen ke konsumen, serta dijamin dengan ketentuan pidana jika hak-hak konsumen dilanggar, termasuk dalam kasus ini adalah HP Nokia beliau. Kemudian, karena kasus tersebut bisa saja pihak Nokia Care Makassar dikenai Pasal Kelalaian dalam KUHP karena terbukti ceroboh menghilangkan data penting yang ada di HP tersebut sehingga merugikan beliau sebagai seorang konsumen sekaligus pakar hukum.
Kesimpulan kedua, secara gramatikal, beliau “seolah-olah” menyamakan kasus salah servis karyawan Nokia Care Makassar tersebut dengan kasus “Perang Bharatayudha (kursip penulis)” antara Susno Duadji dan Mabes Polri yang menggoyang rimba belantara hukum Indonesia saat ini dengan tuduhan sama-sama tidak professional. Menurutnya, Susno Duadji telah bertindak “tidak professional” dengan membongkar bobrok di Mabes Polri ketika Susno sudah di non jobkan, yang seharusnya sejak dari Susno menjabat sebagai Kabareskrim, kasus tersebut telah diusut. Tersirat dalam bahasa tulisan tersebut kekecewaan beliau atas tindakan Susno Duadji karena dianggap tidak professional dengan mencemarkan nama baik Polri. Secara awam kita patut bertanya, adilkah kita menyamakan kasus pribadi antara beliau dengan pihak Nokia Care dengan kasus Susno Duadji yang merupakan kepentingan seluruh rakyat Indonesia yang ingin melihat POLRInya bersih dan terhormat?
Membaca tulisan tersebut membuat saya penasaran. Sebagai orang yang masih ingin belajar banyak lagi tentang hukum, ingin bertanya kepada beliau. Ukuran profesionalisme seperti apa yang beliau pakai sehingga menyebut langkah Susno Duadji, seorang Jenderal Polri, yang melaporkan adanya dugaan mafia pajak di Mabes Polri sebagai tindakan tidak professional? Apakah ukuran professionalisme dan kewajiban ummat Muhammad SAW dalam visi amar makruf nahi munkar (sebagaimana yang tertulis dalam al qur’an dan as-sunnah) membahasakan kebenaran itu selalu dikaitkan dengan jabatan, sebagai Jenderal, Kapolri, Kapolres dan sebagainya, atau bisa saja dilakukan oleh orang yang biasa-biasa saja?

Kebenaran Bahasa Universal dan Profesionalisme Susno
Dengan tetap menaruh hormat kepada beliau sebagai seorang yang kepakaran hukumnya tidak diragukan lagi, hemat saya masalah membahasakan kebenaran itu adalah kewajiban semua umat manusia. Tidak perduli dia dari golongan agama, ras, suku, apalagi jabatan. Kebenaran tetap harus disuarakan untuk menjauhkan kita dari tindakan yang batil. Hal yang sama kita dapatkan dalam pepatah lama “kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang tidak terorgaisir”.
Dengan tidak memposisikan diri di pihak mana; apakah berada dipihak yang pro atau kontra, tetap saya sepakat dengan pendapat beliau bahwa dalam melihat kasus Susno Duadji ini terlalu dini kalau kemudian kita secara spontanitas langsung mem-pahlawan-kan seseorang, dan secara tergesa-gesa menuduh seseorang atau pihak lain sebagai “maling” dan lain sebagainya sementara proses hukum masih berjalan. Jangan sampai kita terjebak pada opini sesaat yang sering membuat kita salah/keliru mengambil kesimpulan.
Tetap kita secara fair menghormati asas presumption of innocent (asas praduga tidak bersalah) dalam hukum positif kita sebagaimana yang tercantum dalam butir 3 Penjelasan Umum KUHAP tentang pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil maupun yang tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, Pasal 11 ayat (1) Universal Declaration of Human Rughts (UDHR) serta dalam Pasal 14 ayat (2) International Convention of Civil and Political Rights (ICCPR) sebagaimana yang telah diratifikasi dengan UU No 12 Tahun 2005.
Namun demikian, secara patut juga bisa kita terima reaksi rakyat Indonesia yang mengapresiasi keberanian Susno Duadji dalam upayanya membongkar indikasi sindikat mafia pajak yang melibatkan institusi Polri. Hal tersebut harus kita lihat sebagai sebuah rasa cinta Susno terhadap Polri dan negaranya. Setidaknya secara ksatria, Susno telah memperlihatkan bahwa masih ada aparat yang berani dan “bersih”. Dan kita juga semua yakin, bahwa masih banyak aparat penegak hukum yang masih memiliki idealisme seperti Susno dipenjuru nusantara yang berani membahasakan kebenaran sekalipun melawan atasan.
Yang hilang dari upaya penegakan hukum kita saat ini adalah sosok-sosok penegak hukum yang memiliki jiwa petarung, pemberani dan “pembangkang” seperti alm mantan Jaksa Agung Baharuddin Lopa, alm Hakim Agung Kartasasmita yang berani melawan kemapanan sistem ketika diketahuinya sistem tersebut salah/keliru. Saat ini yang bisa kita lakukan hanya berdoa agar reinkarnasi sosok-sosok terhormat tersebut bisa lahir dalam semua komponen utama sistem penegakan hukum kita. Jika memang pada akhirnya, apa yag dituduhkan oleh Susno tersebut benar adanya, secara ksatria kita harus mengapresiasinya sebagai sebuah kemajuan dalam upaya penegakan hukum kita. Namun kalaupun Susno juga terlibat dalam sindikat mafia tersebut, maka secara ramai-ramai kita akan menghakiminya. Salam, sekian dan terima kasih.